Jumat, 18 Oktober 2013

SUDIRMAN KEPALA NAGA


Naga di Sudirman dan Thamrin
KEPALA NAGA SIMBOL GELIAT PEREKONOMIAN
PERPUTARAN ekonomi yang menggeliat di sepanjang kawasan Sudirman-Thamrin, Jakarta, rupanya membuat sebagian masayarakat Jakarta meyakini bahwa kawasan ini merupakan jalur kepala naga yang membawa banyak peruntungan.

Hal ini terlihat dengan banyaknya perbincangan di media sosial maupun mailing list yang membahas topik tersebut. Jalan Sudirman-Thamrin dianalogikan sebagai jalur kepala naga dengan posisi kepala berada di
bundaran Ratu Plaza. Patung Pemuda Membangun jadi penandanya.

Sedangkan ekor sang naga terletak di bundaraan air mancur
, tepat di depan Gedung Bank Indonesia. Konon, ekor sang naga juga ditandai dua simbol penting: kemakmuran dan harta karun. Sebagai pengenal simbol, berdiri kokoh Gedung Bank Indonesia dan Monumen Nasional.

Menanggapi rumor tersebut, Pakar Feng Shui, Suhu Yo menjelaskan, anggapan kawasan Sudirman-Thamrin sebagai jalur kepala naga benar adanya. Namun, jika menyebut posisi kepala naga berada di depan Ratu Plaza
, itu kurang tepat.
Dalam pandangannya, kepala naga justru terletak di Jl. Medan Merdeka Utara, tepatnya Istana negara. Hal ini merujuk pada konsep dasar bahwa naga adalah simbol kekuasaan. Dengan begitu, dimana terletak pusat pemerintahan, daerah kepala naga ada di sekitarnya.

"Daerah kepala naga itu berada di seputar kantor pemerintah atau rumah pemimpin. Kalau nasional tentu Istana
. Sedangkan level daerah, bisa di dekat kantor Gubernur atau Bupati," ujar Suhu Yo ketika dihubungi, Rabu (17/10).

Dalam konteks Jakarta sebagai Ibu Kota, lanjut dia, jalur kepala naga memiliki dua rute yang berbeda. Ada jalur kepala naga laki-laki dan jalur kepala naga perempuan.

Untuk jalur laki-laki
, alurnya dimulai dari Istana Negara mengarah ke Thamrin dan berakhir di Sudirman. Sebagai jalur yang penuh energi positif, kata dia, wilayah ini didukung oleh ruas jalan yang dipenuhi putaran, sehingga membuat sang naga bisa bergerak secara dinamis.

Sedangkan kaki naga, lanjut dia, berada di wilayah Tanah Abang dan Kuningan. Kaki di sini menilik pada fungsi dua wilayah tersebut sebagai penopang utama
perdagangan di Jakarta.

"Mereka yang tinggal ataupun membangun usaha di jalur ini memiliki peruntungan yang bagus karena dipenuhi aura positif," terang Suhu Yo.

Lain lagi dengan jalur naga perempuan
. Kata Suhu Yo, rutenya dimulai dari Istana Negara menuju Gajah Mada, berlanjut ke Hayam Wuruk, dan berujung di Sunda Kelapa. Wilayah ini, kata dia, lebih identik sebagai tempat hiburan malam dan pusat perjudian.

Perempuan, kata dia, memang lebih diasosiasiakan sebagai tempat memperoleh hiburan dan kebahagiaan. Makanya, tidak heran banyak orang datang ke wilayah ini untuk melepas penat ataupun bersenang-senang.

"Ini memang seperti Yin dan Yang
. Ada sisi positif dan ada sisi negatif. Keduanya saling melengkapi dan menyeimbangkan," papar Suhu Yo.

Adapun perhitungan jalur tersebut, sambung dia, mengacu pada adat pernikahan Tionghoa yang menempatkan tempat duduk kedua mempelai. "Laki-laki itu duduknya di sebelah kiri dan wanita berada di sebelah kanan," ungkap Suhuyo.

Walau begitu, Suhu Yo tidak dapat memastikan
apakah yang medesain ruas jalan dan tata kota Jakarta benar-benar memahami feng shui. Atau,  kondisi saat ini justru terbentuk secara alamiah. Bahkan dia mengakui tidak tahu, jika memang ada ahli feng shui terkait dengan ruas jalan pusat bisnis itu.

Namun demikian, indikasi adanya perhitungan feng shui dalam pembangunan pusat kota Jakarta terlihat saat Indonesia berada di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Ketika itu, beberapa patung dibuat seperti memiliki makna tersirat
, yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap kehidupan kota maupun Soeharto secara pribadi.

Salah satunya adalah Patung Arjuna Wijaya
, persis depan Monas.Patung karya Nyoman Nuarta ini menggambarkan sosok Arjuna dalam perang Baratayudha yang kereta perangnya ditunggangi oleh Batara Kresna.

Keretanya ditarik oleh delapan kuda dan menghadap ke arah Sudirman atau membelakangi Istana. Dengan begitu, patung ini menjadi simbol bagi Soeharto agar bisa lolos dari huru-hara yang membelenggunya di akhir masa jabatan
, dengan cara menunggangg kereta meninggalkan istana negara yang tengah kacau.

"Kita lihat saat terjadi gejolak besar
. Soeharto tetap bisaturun jabatan dengan selamat," ucap Suhu Yo.

Tidak ada komentar: